Wednesday, November 20, 2024
HomeekonomiArogansi + Serakah = Ruthless Policy

Arogansi + Serakah = Ruthless Policy

Oleh: Sultan Abdullah*

Perlawanan warga Pulau Rempang, Batam, kian sengit dan membara. Pasalnya, mereka tetiba dipaksa harus mengosongkan tanah yang sudah mereka diami turun temurun selama ratusan tahun. Warga pribumi setempat bersikukuh tetap bertahan. Rempang, tegas warga, adalah Tanah Ulayat (Tanah Adat).

Jika benar ia adalah Tanah Ulayat, sesungguhnya Rempang adalah satu entitas yang tak bisa dipisah, yakni tanah berikut manusia yang mendiaminya.

Tanah Ulayat adalah tanah yang didiami selama ratusan tahun oleh warga adat, jauh sebelum bangsa Eropa menginvasi Indonesia. Jauh sebelum NKRI lahir. Kerajaan-kerajaan Islam di seluruh Nusantara lah yang menguasai dan mengelola tanah-tanah di wilayah kekuasaannya.

Atas kebaikan hati raja-raja Islam, warga setempat diberi Hak Penggunaan Lahan (HPL) secara cuma-cuma. Lama-lama, karena HPL batas waktu penggunaannya tak berjangka, maka tanah adat itu otomatis secara hukum, sah menjadi milik warga.

Ketika Belanda datang menjajah Indonesia, tanpa proses jual beli, mereka secara sepihak mengklaim, tanah-tanah yang dimiliki rakyat adalah milik pemerintah Belanda. Jika ingin memiliki tanah-tanah yang dirampas Belanda, rakyat pribumi harus membelinya dari pemerintah Belanda. Lalu rakyat diberi sertifikat hak milik yang dikenal waktu itu dengan istilah verponding.

Kini, Belanda sudah tidak lagi menjajah kita. Seyogyanya negara harus lebih fokus dan prioritas memberikan kembali tanah-tanah negara pada rakyatnya sendiri. Sebab rakyat Indonesia lebih berhak memiliki tanah di negerinya sendiri.

Presiden wajib dan bertanggung jawab, sebagaimana diperintah konstitusi. Bahwa ia wajib dan bertanggungjawab menjaga dan melindungi kedaulatan negara, menjaga seluruh tanah tumpah darah Indonesia, serta menjaga dan melindungi seluruh rakyat Indonesia.

Maka penguasaan tanah-tanah oleh BUMN yang tanpa proses jual beli itu, sejatinya harus memprioritaskan kepentingan rakyat jika tanah itu lebih dibutuhkan untuk kehidupan mereka.

“Semestinya jangan pernah ada kata-kata, warga menyerobot tanah negara. Kan sebetulnya tidak masalah jika tanah negara didiami oleh rakyat bangsanya sendiri. Lain cerita jika tanah itu didiami orang asing. Toh, tanah itu dimiliki negara tanpa melalui proses jual beli kan?” cetus Anis Baswedan dalam sebuah wawancara dengan salah satu media nasional.

Masalah Rempang sejatinya, berpangkal pada kebijakan rezim yang tak pernah menghormati kedudukan Tanah Ulayat. Rezim yang amat arogan bersekongkol dengan para Taipan Cina yang rakus serakah. Targetnya adalah menjadikan Rempang sebagai kawasan terpadu Rempang Eco City (REC).

Rezim memberi tajuk proyek Rempang ini dengan judul Proyek Strategis Nasional (PSN). Di bawah pelaksana PT Makmur Elok Graha (MEG) milik Tommy Winata (TW). Proyek ini sebetulnya ambisi serakah TW, maka ia full dikendalikan TW.

Salah satu mafia 9 Naga ini, sebenarnya punya masalah besar serius. Pemerintah Kota Batam pernah meneken MoU dengan TW terkait pengembangan pulau Rempang. Kala itu, proyek yang disodorkan TW bertajuk Kawasan Wisata Terpadu Eksekutif (KWTE). Pemkot Batam dan DPRD ikut menyetujui proyek kerjasama dengan TW. Semua dokumen perizinan diserahkan ke Taipan Cina kontroversial itu tahun 2004.

Tapi tahun 2007, terendus ada kasus mega korupsi di dalam perizinan yang beraroma kongkalikong itu. Disinyalir terdapat kerugian negara dalam proses penerbitan perizinan itu senilai 3,4 triliun.

Pada 14 November 2008, Bareskrim memanggil TW. Selama 2,5 jam TW diinterogasi soal kasus kerugian negara triliunan rupiah itu.

Seperti biasa, kasus mega korupsi TW menguap tanpa ada proses lanjutan hingga hari ini.

Tetiba hari ini ambisi TW muncul kembali, tanpa peduli ia sedang bermasalah hukum. Ia bahkan mengendorse kekuatan rezim, hingga berhasil menggandeng investor terkemuka Cina Tongkok, Xinyi Internatonal Investama Limited. Nilai investasinya menjadi 381 triliun. Konsesi pengolahan Tanah Rempang diberikan rezim Jokowi sampai 80 tahun.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) RI Mahfud MD secara sesumbar menjelaskan, negara telah memberikan hak atas tanah di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, kepada perusahaan.

Dia mengatakan surat keputusan (SK) terkait pemberian hak atas tanah itu dikeluarkan pada 2001 dan 2002. Ini artinya dikeluarkan sebelum Jokowi berkuasa.

“Saya tidak tau apakah itu Tanah Ulayat, silakan cek saja ke BPN,” ujar Mahfud enteng.

Sebuah proyek strategis nasional? Keren kedengarannya. Di atas tanah seluas 17.000 hektar itu, konon akan dibangun kota ramah lingkungan, kawasan hiburan eksekutif ala pusat hiburan judi ketangkasan Singapore yang super megah, kawasan industri, kawasan perkantoran, hotel dan pabrik kaca panel listrik bertenaga surya terbesar kedua di dunia.

Anehnya, informasi PSN proyeksinya seperti apa, bagaimana dampak lingkungan alam, sosial budaya, tradisi dan agama bagi warga adat Melayu.Tak ada komunikasi, apalagi dialog dengan warga lokal. Ganti uang kerahiman juga cuma janji.

Tetiba, Rabu, 6 September 2023, ratusan pasukan gabungan TNI Polri menggeruduk Rempang. Warga diperintah untuk mengosongkan rumah-rumah mereka. Sekolah-sekolah yang anak-anak sedang belajar saat itu, juga dipaksa harus dikosongkan.

Tembakan gas air mata diberondongkan ke kelas-kelas siswa. Ibu-ibu guru dan anak-anak sekolah menjerit ketakutan. Sebagian ada yang jatuh karena mengalami sesak nafas oleh berondongan tembakan gas air mata. Konon sudah ada korban jiwa yang jatuh. Di antaranya anak-anak pelajar.

Tapi aparat tak peduli. Warga yang menghalangi ditangkap, lalu dihajar dan ditendang hingga babak belur. Seperti kesetanan para aparat terus merangsek melepaskan tembakan gas air mata dari atas kendaraan water Canon ke arah kerumunan warga yang menghalangi. Sembari mereka berteriak-teriak.

“Peringatan kepada warga, jangan coba menghalang-halangi aparat. Tangkap para provokator…”

Arogansi kekuasaan dan kesombongan, berpadu aroma pengkhianatan rezim terhadap rakyatnya sendiri begitu kentara. Kecongkakan rezim yang bersekongkol dengan para Taipan Rakus, maka lahirlah kebijakan yang tak kenal kasihan – Ruthless Policy…!

*Dai dan Penulis asli Melayu.

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments

Noersatrio Harsanto on INDONESIA AKAN DIKEPUNG RELAWAN ANIES
sukirno on BUNUH DIRI PPP