Oleh: K.H. Athian Ali M. Da’i, Lc.,M.A.*
Salah satu ciri sudah dekat kiamat ditandai dengan “Wayantiqu fiihaa ar ruwaybidatu fii amril ‘aamah” – berbicaranya orang-orang jahil dalam urusan ummat -” (AI Hadist)
Dalam terminologi Islam, yang dimaksud dengan orang-orang “Jahil” itu bukanlah mereka yang idiot dan atau tidak berpendidikan, tapi mereka yang “bahluul” bodoh – karena tidak mau menerima bahkan menentang kebenaran mutlak yang dari Alloh SWT.
Kini ummat sedang disuguhkan kebenaran sinyalemen Rasululloh SAW di atas, betapa ocehan orang-orang jahil terasa semakin hari semakin mewarnai media sosial di negeri ini.
Mereka terkesan semakin menemukan panggung, ketika ummat Islam bereaksi dan marah akibat ocehan-ocehan murahan mereka yang sangat tidak berkualitas dan semakin menunjukkan jika mereka sebenarnya sangatlah tidak layak untuk disebut sebagai orang yang berpendidikan. Terutama sekali ocehan-ocehan mereka yang sangat menyinggung dan melukai perasaan orang-orang yang beragama.
Ironisnya, semakin orang “yang beragama” menyatakan kekesalan dan bahkan kemarahannya, mereka malah justeru terkesan semakin merasa eksis dan bahagia, karena sesuai dengan pengakuan terbuka salah seorang di antara mereka, umumnya mereka hanyalah “hamba-hamba sahaya” yang dibayar majikannya untuk tujuan yang tentu saja sangat sulit diterima oleh yang berakal dan berjiwa sehat.
Keberhasilan membuat pihak Iain kesal bahkan kegaduhan justeru yang akan menunjukkan keberhasilan mereka dalam menghambakan diri, sekaligus tentu saja akan menaikkan “upah” mereka. Sebagai “Budak” bayaran, mereka sangat siap untuk berbuat apa saja, termasuk menodai dan melecehkan nilai dan norma agama yang sangat disakralkan oleh orang yang beragama.
Bahkan mereka sangat siap sekali untuk memakan bangkai orang Iain, dengan berburuk-sangka, mencari-cari kesalahan dan menyebarkan fitnah (Q.S. AI Hujuraat: 13) terhadap setiap orang yang mereka yakini sebagai lawan politik dari “tuan” yang mereka “tuhankan”.
Tidak tertutup kemungkinan, mereka juga penderita “Histrionic personalia disorder” pola perilaku yang terus menerus mencari perhatian. Ingin menjadi pusat perhatian dari orang-orang di sekelilingnya, terutama sekali perhatian dari pihak yang membayar mereka.
Untuk tujuan yang sehina itu, mereka siap menjungkir-balikkan segala sesuatu. Yang benar dikatakan salah dan yang salah dikatakan benar. Mereka akan berupaya mati-matian menguras pikiran dan energi dalam diri untuk membela sang tuan sekaligus menjatuhkan setiap lawan dari sang tuan yang mereka tuhankan.
Mereka akan segera dihantui rasa ketidaknyamanan bahkan frustasi, jika tidak menjadi pusat perhatian, tidak perduli jika perhatian yang mereka dapatkan lebih banyak dalam bentuk cemoohan dan kecaman. Karenanya, selain ummat jangan pernah kapok untuk tetap menempuh jalur hukum, perlu pula diingat, bahwasanya salah satu bentuk hukuman yang akan membuat mereka sangat tersiksa adalah dengan tidak melayani ke “bahluul”an mereka.
Langkah bijak seperti itulah yang harus ditempuh dalam menghadapi para “Juhala” orang-orang jahil – sebagaimana yang diperintahkan Alloh SWT “Wa a’ ridh ‘anil jaahiliin” – berpalinglah kalian dari orang-orang jahil – (Q.S. AI Araaf 199). Alloh SWT sangat memuji sikap Ibaadurrahman ” – hamba-hamba Alloh Yang Maha Pengasih, yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, maka mereka pun mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan” (Q.S. AI Furqan : 63)
Semoga para juhalaa segera sadar dan masih memiliki sedikit kesadaran untuk memetik hikmah dari ungkapan ahli hikmah : “Tuubaa liman kaana ‘akluhuu amiiran wa hawaahu asiiraa. Wa waylun liman kaana hawaahu amiiran wa ‘akluhuu asiiraa”. Beruntunglah manusia yang menjadikan akal sebagai pemimpinnya dan hawa nafsu tawanannya. Sebaliknya, celakalah mereka yang menjadikan hawa nafsu sebagai pemimpinnya dan akal menjadi budaknya
*Ketua Umum Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI)