by M Rizal Fadillah
Assosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) yang legal dan tedaftar di Kemenhukham melakukan protes atas pencatutan nama APDESI dan penyesatan opini pada Silatnas Kepala Desa di Istora Senayan 29 Maret 2022. Protes melalui pernyataan resmi APDESI yang ditandatangani Ketua Umum Arifin Abdul Majid dan Sekjen Muksalmina itu cukup menyentak.
Sekurangnya ada tiga butir penting dari “protes” nya itu pertama, mengutuk keras penggiringan opini seolah-olah organisasi meminta perpanjangan jabatan Presiden. Kedua, mempertanyakan rekayasa penggunaan nama APDESI untuk kegiatan politik praktis. Ketiga mengusut aktor intelektual manipulasi dukungan perpanjangan masa jabatan Presiden 3 periode.
Silatnas Istora Senayan yang dihadiri Presiden Jokowi dan Luhut Panjaitan itu terasa nuansa politiknya. Arahnya menuju deklarasi dukungan Jokowi tiga periode. Tentu dengan bahasa politik basa-basi. Dua hal menonjol dari acara berbiaya besar ini. Pertama, penggiringan berupa penggeseran budaya partisipasi politik kepada mobilisasi politik. Kedua, manipulasi politik (Manipol) dengan membohongi publik seolah-olah Presiden mendapat dukungan besar dari para Kepala Desa seluruh Indonesia.
Ungkapan peserta mengarah pada agenda deklarasi dukungan perpanjangan tiga periode setelah lebaran. Ada skenario membangun gerakan manipulasi politik untuk usungan dan deklarasi (Manipol Usdek). Gaya Orde Lama yang dicoba untuk dipraktekkan kembali. Demokrasi bukan diarahkan pada pengembangan budaya partisipasi tetapi mobilisasi. Dulu usungan untuk Presiden seumur hidup.
Protes APDESI legal adalah perlawanan desa sejatinya. Murni berbasis idealisme yang didasari semangat untuk membersihkan desa dari obyek manipulasi politik. Presiden jangan tertipu oleh aktor intelektual yang gencar membisikan bahwa dukungan rakyat masih benar-benar kuat. Bisikan busuk yang membahayakan. Soekarno dan Soeharto jatuh disebabkan bisikan palsu tentang dukungan seperti itu.
Jokowi bersiap masuk dalam kubangan busuk dari berjuta kebohongan. Big dusta.
Pemerintahan Jokowi semakin goyah dan kehilangan kepercayaan diri. Ketika dukungan melemah maka terpaksa harus berpura-pura kuat. Itulah mobilisasi, itulah manipulasi, dan itulah perlunya mencatut nama APDESI.
Selamat berkhayal bahwa posisi masih kuat dan dicintai rakyat. Preet…!
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 31 Maret 2022