(Oleh: Ustadz Felix Siauw)
Saat ini masyarakat diramaikan dengan berita tentang tangis para pemuncak partai, merasa jadi korban kekejaman politik, salah satu bintangnya tenggelam oleh kasus semisal mesum.
Sambil menghapus airmata, mereka tegaskan ini fitnah sebab politik, dijegal menjelang pemilihan, pembunuhan karakter, dan segala pembelaan lainnya nan dramatis.
Tapi publik bergeming, ummat tahu siapa mereka, rekam jejaknya, apalagi gambar sudah terlanjur menyebar, bukti sedemikian kuat untuk diabaikan, terang dan jelas.
Mereka lupa bahwa ummat masih ingat, partai mana yang paling getol kriminalisasi ulama, menstigma buruk agama Islam, bahkan menganggap agama sebagai ideologi tertutup yang berbahaya.
Ummat tidak tuli dan selalu mendengar ocehan para pendukung mereka, dan bagaimana mereka selalu jadikan Islam sebagai olok-olokan, mulai politisi sampai pelawak-pelawak bayaran.
Ummat tidak buta dan melihat siapa di balik penista agama, siapa yang mendukung penista agama, siapa yang mendukung aktivis kaum Nabi Luth, yang keras permusuhannya pada ummat.
Mereka merasa didzalimi, lupa bahwa siapa yang selama ini selalu menuduh dan memfitnah ulama, memonsterisasi bendera tauhid, dan memberangus ormas Islam.
Kekuasaan yang terancam, mereka tangisi, tapi dakwah Islam yang mereka hambat, mereka tertawa. Inilah bentuk-bentuk kedzaliman yang sangat-sangat lucu.
Yang lebih aneh lagi, perlakuan dari pihak berwenang yang sangat berbeda, misalnya dengan kasus fake chat mesum. Bila urusannya dengan ulama, super cepat prosesnya.
Bukti jelas, semua terang, tapi beda penyikapannya. Kalau begini, lalu bagaimana cara ummat percaya bahwa hukum itu tidak pilah-pilih? Bahwa ada keadilan di negeri ini?
Ummat sedang bangkit dari tidurnya yang lama. Mereka saat ini mulai sadar, melihat, mendengar dan merasa. Yang paling penting, sekarang ummat merindukan Islam, dan makin mencintai ulama, Insya Allah.