by M Rizal Fadillah
Ganjar Pranowo yang diduga digadang-gadang mewakili Istana untuk melanjutkan kekuasaan oligarkhis menghadapi masalah serius. Kasus Bendungan Bener dan penambangan andesit di Desa Wadas membuatnya menerima ganjaran politik. Bukan ‘reward’ tetapi ‘punishment’. SK Gubernur Jateng No. 590/20 tahun 2021 menyebabkan Ganjar dihajar.
Reputasi Ganjar untuk terus “nyapres” menjadi semakin merosot. Sebelumnya yang menjadi ganjalan sekaligus gonjang-ganjing adalah kasus korupsi e-KTP soal dugaan kuat Ganjar menerima uang 500 ribu dollar. Kini dengan “penyerangan” ribuan aparat dan penangkapan warga Desa Wadas menjadi ganjalan baru yang cukup serius. Sulit ke depan Ganjar mendapat tiket Capres dari PDIP yang berfikir ulang untuk bersedia “mengalah” mendukung Ganjar. Puan lebih mulus.
Sungguh ironi warga Desa pendukung Jokowi untuk Presiden dan Ganjar untuk Gubernur kini “dihajar” oleh kedua figurnya. Namun secara tidak sadar kasus ini pun telah “menghajar” keduanya pula. Jokowi dan Ganjar gagal untuk menjaga aspirasi rakyat dan pendukungnya sendiri. Temuan Komisi III DPR cukup menohok, Desa Wadas tidak termasuk proyek Bendungan Bener. Implikasinya, penambangan andesit di Desa Wadas dinilai melanggar hukum.
Ganjar wajar dihajar, pengerahan ribuan aparat dalam “menindak” aspirasi rakyat dinilai tidak wajar. Nuansanya adalah pelanggaran HAM yang semestinya menjadi perhatian Komnas HAM. Setelah prestasi buruk pada kasus Km 50, Komnas HAM lumayan dapat sedikit kesempatan untuk “menebus dosa” di kasus Wadas. Itu pun jika ada kemauan (dan keberanian).
Ganjar yang dihajar semakin buram wajah politiknya. Deklarasi Prabowo-Jokowi adalah alternatif berat dan terpaksa yang bisa dimainkan. Manifestasi dari kebingungan Istana yang ingin terus berkuasa. Pasangan Prabowo-Jokowi sepertinya ideal dan hebat, akan tetapi sebenarnya adalah pasangan “kartu mati”. Tidak percaya? Lihat saja nanti.
Ketika kekuasaan tidak benar-benar berkhidmat pada kepentingan rakyat, maka masalah adalah habitat. Kasus dana pandemi, integrasi regulasi, pindah ibukota negeri, budak investasi, hingga penambangan quarry yang berujung obrak-abrik polisi, seluruhnya menyedihkan dan membuat iklim negeri penuh dengan anomali.
Ganjar yang bersemangat menjadi Presiden dengan kondisi diri yang payah dan babak-belur adalah bagian dari anomali ini.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 13 Februari 2022