Pierre Suteki
Heboh! Ribuan Kepala Desa Deklarasi Jokowi 3 Periode Usai Lebaran. Para kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) berencana mendeklarasikan dukungan untuk Presiden Joko Widodo 3 periode. Deklarasi akan dilakukan setelah Idulfitri. Ketua Umum Apdesi Surtawijaya mengatakan deklarasi akan dilakukan per daerah dari Sabang hingga Merauke. Dia menyebut gerakan akan dimulai dengan pemasangan spanduk dukungan Jokowi 3 periode. “Habis lebaran kami deklarasi. Teman-teman di bawah, kan ini bukan cerita, ini fakta,” kata Surtawijaya saat ditemui di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3).
Banyak pihak yang menyebut ini bagian dari Operasi cipta kondisi. Dalam pandangan saya, apa pun nama gerakan itu, tetaplah operasi itu merupakan OPERASI SESAT, TEROR DAN MAKAR terhadap KONSTITUSI. Harus dilawan dan jika Presiden membiarkan, maka sesuai dengan Pasal 7A UUD 1945 berarti Presiden telah mendukung dan melakukan pengkhianatan terhadap negara (makar konstitusi) sehingga layak untuk dimakzulkan. Fakta tidak boleh dibenarkan jika melawan idealitas yang telah dibangun secara konstitusional. Mereka pelaku operasi cipta kondisi MAKAR KONSTITUSI dan menyetujuinya inilah orang-orang RADIKAL yang sesungguhnya.
Yang saya heran kenapa terus ada upaya untuk melakukan penyesatan, mengolah dengan pikirannya sendiri terus mencoba menghipnotis dengan fiksi, bukan saja agar sasaran mengikuti pikirannya melainkan juga mau melaksanakan apa yang di inginkan. Seolah upaya penyesatan adalah senjata vital bagi kelompok makar untuk memperoleh kemenangan permanen mengobral fiksi. Di mana-mana terus mengobral: “Untunglah kita punya Presiden seperti Jokowi”. Padahal kalau kita mau jujur, kelompok makar konstitusi ini, ada yang menyatakan mereka itu sudah berada pada posisi sulit dan resiko politik yang sangat besar, bahkan sudah sampai pada pertaruhan “hidup atau mati – selamat atau melarikan diri”.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah hal ini ada hubungannya dengan investor dan pemerintah luar negeri yang ingin menyelamatkan investasinya di Indonesia? Misalnya program OBOR (One Belt One Road) yang akan terganggu jika tidak ada perpanjangan jabatan dan 3 periode. Dan saya kira publik juga tahu, siapa yang selama ini menjadi MAN OF THE GATE-nya.
Secara prinsip saya setuju jika ribuan kades yang akan deklarasi ini adalah pelaku makar konstitusional. Sebuah fakta tidak harus dihukumi sebagai dalil jika ternyata fakta ini menyimpang dari “PAUGERAN” atau ATURAN DASAR sebagaimana TELAH ditetapkan dalam KONSTITUSI atau HUKUM DASAR NEGARA. Pastinya saya tidak SETUJU dengan gerakan DEKLARASI 3 PERIODE yang saya yakini merupakan operasi BY DESIGN OF POLITICS.
Bagaimana bisa kita setuju terhadap upaya MAKAR KONSTITUSI, lalu dianggap model apa negara ini yang perilaku pejabat elitnya terkesan SSK (Suka Suka Kami) dan Pragmatism? Padahal, Indonesia adalah negara hukum bukan negara kekuasaan. Kekuasaan yang harus tunduk pada hukum, bukan hukum yang dimanfaatkan sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan. Kalau sudah begini, maka Indonesia telah menjadi negara otoriter dan berarti itu harus DILAWAN.
Bersamaan dengan berita deklarasi ini, muncul juga berita soal dana operasional kades yang sudah cair. Berita CNBC berjudul : Cair! Jokowi Setuju 3% Dana Desa Untuk Operasional Kades Cs (terbit hari selasa 29/03). Jika memakai logika pengaitan, patut diduga hal itu sesuai dengan pepatah ini ‘no free lunch’. Atau dapat dikatakan pula bahwa kepala desa mungkin telah terjerat dana desa.
Saya menduga kuat pencairan itu sebagai STIMULUS dari sikap Kades terhadap UPAYA MAKAR Konstitusi. Jika terbukti ada upaya Presiden memanfaatkan momentum pencairan dana operasional terkait dengan perpanjangan masa jabatan presiden yang jelas melanggar konstitusi, maka semakin memperkuat bukti bahwa Presiden secara langsung atau tidak tidak langsung telah berusaha MELANGGAR KONSTITUS dan ini berarti makin mudah melakukan upaya untuk menginisiasi pemakzulan Presiden.
No free lunch! Suatu ungkapan yang tepat untuk menggambarkan situasi dan kondisi deklarasi kades menentang konstitusi. Saya perlu mengingatkan kepada semua kades, bahwa pelaku deklarasi itu sama dengan pelaku makar terhadap konstitusi. Jika kepala desa atau kepala kelurahan telah melakukannya, maka tindakan itu sudah dapat dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin BERAT karena tidak menjalankan KEWAJIBANNYA. Saya berikan contoh ketentuan Pasal 7 PERATURAN BUPATI BOYOLALI NOMOR 16 TAHUN 2017 tentang PEMBERHENTIAN PERANGKAT DESA.
Pada Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa Kewajiban Perangkat Desa adalah: memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. Jadi jangan dianggap sepele deklarasi yang MENENTANG KONSTITUSI. Ini pelanggaran Disiplin Berat yang dapat berakibat PEMBERHENTIAN KEPALA DESA atau LURAH dari jabatannya.
Saya merasa prihatin dan “gemes” terhadap kengototan kelompok yang terus menerus melakukan makar konstitusi. Kalau dihitung dalam skala 1-10, kegemesan saya melihat gelagat ambisi 3 periode itu sudah di level 10. Level KEMARAHAN terhadap para penyelenggara negara yang TIDAK PAHAM, tidak pecus bahkan cenderung berbuat SSK dan ini sudah keluar dari DEMOKRASI menuju OKHLOKRASI. Negara dikendalikan oleh orang-orang yang tidak berkompeten. Dalam arti sarkasme, negara dikendalikan oleh orang-orang DUNGU terhadap KONSTITUSI. Mereka sekedar POLITIKUS bukan NEGARAWAN yang punya komitmen untuk mewujudkan tujuan negara sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945.
Saya berpesan kepada semua kepala desa dan juga kepala kelurahan agar kembali kepada deklarasi kita bahwa kita NEGARA HUKUM bukan negara kekuasaan. Jangan ikuti para komprador politik yang melawan konstitusi apa pun iming-iming yang ditawarkan. Soal pencairan dana operasional adalah TUGAS NEGARA yang dijalankan oleh Pemerintah, jadi siapa pun presidennya para kepala desa tetap punya hak untuk menuntutnya. Jika tidak dipenuhi, maka kepala desa juga bisa melakukan protes kepada DPR, MPR agar mendesak Presiden untuk mencairkan dana opersional desa sesuai penjadwalan.
Akhirnya perlu saya tekankan bahwa Kepala Desa seharusnya menjadi teladan bagi warganya agar tetap mematuhi konstitusi negara bukan menjadi PELOPOR MAKAR KONSTITUSI dengan cara secara sengaja MENDEKLARASIKAN dukungan terhadap perpanjangan MASA JABATAN PRESIDEN ATAU PRESIDEN 3 PERIODE. Kita mesti menggaungkan slogan: “Tolak Perpanjangan Jabatan dan Presiden 3 Periode tanpa reserve..!”
Tabik…!!!
Semarang, Rabu: 30 Maret 2022