Oleh : @NR
Adakah diantara kita yang tidak tahu apa itu hidup? Saat saya membuat tulisan ini saya hidup, dan ketika pembaca bertanya apa kiranya isi tulisan ini maka pembaca juga hidup. Indikasi hidup adalah kesadaran diri dan respon terhadap situasi. Bergerak terus di atas muka bumi dan tetap bekerja itulah hidup. Dalam Al Qur’an al hayah atau hidup disebut sebanyak 145 kali.
Hidup adalah anugerah karena kita hidup bukan atas kehendak kita. Jauh sebelum ini, pada satu bagian dari masa, saat itu kita belum bisa disebut sebagai apapun juga: “Bukankah pernah datang kepada manusia waktu dari masa, yang ketika itu ia belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (76:1)
Dengan anugerah Allah-lah kita hadir sebagai manusia bukan selainnya. Pernahkan kita memikirkan andai sebagai tumbuhan atau binatang? Amat sulit membayangkannya.: “Dan tidakkah manusia itu memikirkan bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakannya dahulu, padahal (sebelumnya) dia belum berwujud sama sekali?” (19:67)
Muncul sebagai makhluk manusia merupakan anugerah yang maha dahsyat. Dengan postur gestur paling baik plus insting dan kesempurnaan indera dan akal jadilah ia makhluk terbaik.: “Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (95:4)
Inilah keutaamaan dan kemuliaan yang Allah berikan: “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna” (17:70)
Anugerah ini tidak bebas nilai. Banyak yang salah paham. Merasa hidup adalah anugerah hingga berpikiran kalau ia adalah pemilik mutlak hidupnya. Hidup semaunya tidak peduli pada aturan Tuhannya. Bahkan cenderung mengingkari-Nya. Pola berpikir seperti ini menjerumuskan ke jurang yang sangat berbahaya. Akibatnya terjebak pada gaya hidup bebas, permisif, sekuler, materialis, bahkan atheis: “Dan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga saja” (45:24)
Atas dugaan tersebut Allah SWT jawab: “Maka apakah kamu mengira, bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (23: 115)
Tidak ada satupun di dunia ini yang lepas dari aturan. Alam semesta tunduk pada aturan Allah, Penciptanya. Manusia yang ingkar sekalipun pada saatnya juga tunduk: “Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah, padahal apa yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, (baik) dengan suka maupun terpaksa, dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan?” (3: 83)
Silakan saja yang mau melepaskan diri dari ketetapan ini. Hiduplah semau-maunya. Namun pada saatnya pasti juga menyerah: “Maka kalau begitu mengapa (tidak mencegah) ketika (nyawa) telah sampai di kerongkongan, dan kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu memang tidak dikuasai (oleh Allah), kamu tidak mengembalikannya (nyawa itu) jika kamu orang yang benar?” (56: 84-87)
Hidup tidak sekedar anugerah tapi juga pertanggunganjawaban. Semua tak terkecuali akan ditimbang dan dihitung. Jangankan nanti di akhirat sana, di dunia saja semua hal dihitung dan dipertanggungjawabkan. Berbuat semaunya, sesuka-sukanya tidaklah mungkin dilakukan. Karena dalam bermasyarakat apalagi bernegara pasti ada norma dan aturan yang mengikatnya. Secara personalpun Allah membekali manusia dengan rasa malu agar terhindar dari perilaku buruk ini: “Sesungguhnya di antara ungkapan yang dikenal manusia dari ucapan kenabian terdahulu ialah jika engkau tidak malu, berbuatlah semaumu.” (Bukhari).
Orang yang berbuat semau-maunya sejatinya adalah orang yang mati rasa, melampaui batas, tirani dan pesaing Tuhan: “Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas” (20: 43)
Hidup berjalan di atas punggung umur. Ibarat sebuah produk umur ada expired date-nya. Seiring dengan berjalannya waktu akan habis masa berlakunya. Produk atau barang yang kadaluarsa akan dibuang atau didaur ulang sedangkan manusia mengakhiri kontrak hidupnya dengan kematian. Ada dua keadaannya, akhir yang baik: “(Yaitu) orang yang ketika diwafatkan oleh para malaikat dalam keadaan baik, mereka (para malaikat) mengatakan (kepada mereka), “Salamun ‘alaikum, masuklah ke dalam surga karena apa yang telah kamu kerjakan” (16:32), atau akhir yang buruk “(Yaitu) orang yang dicabut nyawanya oleh para malaikat dalam keadaan (berbuat) zalim kepada diri sendiri, lalu mereka menyerahkan diri (sambil berkata), “Kami tidak pernah mengerjakan sesuatu kejahatan pun.” (Malaikat menjawab), “Pernah! Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan.” Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Pasti itu seburuk-buruk tempat orang yang menyombongkan diri” (16: 28-29).
“Ya Rabb jadikan sebaik-baik umur kami di akhirnya, sebaik-baik kerja kami di penghujungnya dan sebaik-baik hari kami saat perjumpaan dengan-Mu” (@NR)
HIDUP
RELATED ARTICLES