Oleh: M Rizal Fadillah*
Tempo edisi terakhir menyoroti Pemilu yang berada di bawah bayang-bayang curang. Pengerahan aparat, penyimpangan Bansos serta pembonsaian hukum dilakukan Jokowi untuk memenangkan pasangan Prabowo Gibran. Sudah terbaca nyata di mata rakyat termasuk media. Tindakan sewenang-wenang Jokowi tidak boleh dibiarkan.
Teriakan agar Pemilu dilaksanakan jujur dan adil terus digaungkan. Suara kampus menohok langsung kepada Jokowi yang dianggap merusak demokrasi. Pemilu 2024 khususnya Pilpres dinilai sebagai pesta demokrasi yang brutal. Bukan karena perbuatan kelompok masyarakat tetapi akibat ulah Jokowi sebagai “koordinator” tim sukses Prabowo-Gibran. Pemerintahan Jokowi semakin menggila.
Ketika kecurangan menjadi keniscayaan maka rakyat tidak bisa tinggal diam, perlawanan harus dilakukan. Tidak cukup dengan “pengawasan TPS” tetapi dengan “pengawasan masif dan intensif” karena kecurangan nyatanya dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Kejahatan politik dilakukan oleh Jokowi. Hanya bisa dilawan dengan rakyat yang bergerak bersama untuk memakzulkan Jokowi dan rezimnya.
Jokowi menjadi figur politik yang berbahaya bagi bangsa Indonesia. Dibalik ketenangan atau ketidakpedulian ia membawa misi yang merusak. Rakyat diperbudak, pemimpin politik disandera, aparat dimobilisasi, partai politik dikebiri, hukum pun ditunggangi. Politik dinasti dimulai. Jokowi juga pembunuh berdarah dingin. Ratusan warga tewas selama lima tahun pemerintahan keduanya namun ia santai saja. Bloody hands–tangan yang berlumuran darah.
Jokowi harus dihentikan, tidak boleh ada pelanjut kekuasaan atau kepanjangan tangannya. Jokowi stop dan Prabowo Gibran tolak. Indonesia berada di persimpangan jalan. Jalan selamat atau jatuh ke jurang. Selamat jika Jokowi tidak ada dan jatuh ke jurang jika Jokowi masih berkuasa. Melalui Prabowo Gibran yang dimenangkan dengan curang.
Jokowi pelanggar HAM berat, pencipta sistem korup, penculik dan penyandera tokoh politik, pemandul parlemen, serta perusak jati diri TNI dan Polri. Pemakzulan hanya tahap awal selanjutnya pemenjaraan. Dari nepotisme saja sudah mudah untuk diproses hukum. Jokowi melanggar Pasal 22 UU 28 tahun 1999 Jo Pasal 55 dan 56 KUHP.
Gerakan Aksi Pemakzulan Joko Widodo (GAP Jokowi) yakni gabungan berbagai kelompok perjuangan demokrasi, melakukan aksi di depan Gedung DPR MPR 12 Februari 2024 menuntut agar Jokowi mengundurkan diri atau DPR segera memproses pemakzulan Jokowi atas dasar penghianatan negeri dan pelanggaran Konstitusi.
Pilpres 2024 dipastikan curang dengan melihat kerja kotor Istana. Makzulnya Jokowi adalah keharusan. Melihat disain teriakan rezim bahwa kemenangan Prabowo Gibran itu akan diperoleh satu putaran maka hal itu sama saja dengan pengakuan persiapan untuk seribu kecurangan.
Tanpa mark up, quick count palsu, atau permainan angka KPU, maka mustahil Prabowo Gibran memperoleh 50 % lebih suara dengan sebaran yang disyaratkan. Angka survey adalah modal bagi pencocokan angka kecurangan. Dalil umum tentang Pilpres 2024 yaitu “pasti curang, sebelum dibuktikan sebaliknya”.
Kecurangan bukan terasa lagi tetapi teraba, karenanya pengkritisan dilakukan oleh berbagai kampus dan aktivis demokrasi. Ancaman rakyat terus memggema “curang perang” sementara ulama memfatwakan “haram mendukung paslon curang”. Konsolidasi dan koordinasi melawan kecurangan harus dilakukan. Salah satunya beredar video film ” Dirty Vote”.
Ulama, santri, dosen, mahasiswa, buruh emak-emak, purnawirawan aktivis dan semua elemen lain yang peduli akan bahaya penghancuran demokrasi harus bersiap untuk melakukan aksi bersama dalam mengawal Pemilu jujur dan adil. Menekan dan mendesak agar Jokowi Raja Curang segera dilengserkan dan diproses hukum.
Bangsa dan negara dalam bahaya. Selamatkan Indonesia.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 13 Februari 2024