Ketiganya langsung diinterogasi pihak ARSA. Dan jawaban dari ketiganya sangat mengejutkan para militan.
“Tentara Myanmar membunuh warga Rohingya agar cepat mendapatkan kenaikan pangkat. Ini sangat mengejutkan. Mereka bukan manusia,” ujar Jamal (43), salah satu militan yang menginterogasi, seperti dilansir dari Incanews.com.
“Bukan hanya itu, mereka (Myanmar) memberlakukan sistem poin bagi tentaranya. Poin paling besar jika membunuh lelaki dewasa, kemudian wanita dewasa, dan terakhir anak-anak dan lansia,” sambung Jamal.
Sebelumnya, Myanmar menyatakan menolak sebuah gencatan senjata yang diumumkan oleh Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA). ARSA mengusulkan gencatan senjata untuk memungkinkan penyampaian bantuan kepada ribuan orang terlantar di negara bagian Rakhine. Militer Myanmar menuturkan, mereka tidak melakukan negosiasi dengan teroris.
“Kami tidak memiliki kebijakan untuk bernegosiasi dengan teroris,” kata militer Myanmar dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters pada Minggu (10/9).
Seperti diketahui, kemarin ARSA mengumumkan gencatan senjata unilateral selama sebulan dalam perang melawan tentara Myanmar. Tujuannya, untuk memberikan kesempatan kelompok-kelompok bantuan kemanusiaan menolong warga Rohingya di Rakhine.
”ARSA sangat menganjurkan semua aktor kemanusiaan yang peduli untuk melanjutkan bantuan kemanusiaan mereka kepada semua korban krisis kemanusiaan, terlepas dari latar belakang etnis atau agama selama periode gencatan senjata,” kata kelompok itu. Dalam pernyataan, ARSA juga meminta militer Myanmar untuk sementara waktu meletakkan senjatanya. (inc/snd)