Salah satu surat kabar terbesar di Indonesia, Kompas pada Jumat (10/2/2017), memuat berita besar tentang keberhasilan insfrastruktur jalan dan jembatan dengan judul “Jalan Trans Papua, Menembus Gunung dan Membela Bukit” yang cukup mjengangetkan kami karena selain judulnya sangat bombastis juga seakan-akan semuanya adalah benar.
Untuk memberi gambaran yang jelas saya ingin sampaikan bahwa selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo saya tidak pernah mengetahui Rancang Bangun Insfrastruktur Jalan dan Jembatan di Papua 2015-2019. Coba tunjukkan mana dan berapa kilo meter ruas jalan prioritas dan mana ruas jalan strategis untuk konektivitas antar kota/kabupaten, provinsi dan jalan nasional selama 2015-2019?
Kami persilakan untuk di antar ke Komnas HAM RI. Kami menunggu dalam minggu ini untuk menujukkan validitas dan keakuratan data dan anggaran. Sejauh yang kami amati tidak ada ruas jalan baru yang dibangun kecuali hanya satu (1) yaitu jalan Wamena-Nduga yang dibangun oleh Tentara.
Hampir semua jalan Trans Papua rusak parah di era Pemerintahan Jokowi. Jalan Merauke-Boven Digul sebelum Jokowi memimpin hanya ditempuh sehari jalan darat. Sekarang berhari-hari atau bahkan hampir seminggu ( lihat gambar dari surat kabar terkemuka di Papua, Cenderawasih Post minggu lalu).
Dalam catatan kami Pemerintah baru hanya membangun 231,27 kilometer, itupun hanya terlihat Wamena-Nduga. Karena grand design pembangunan insfrastruktur Papua belum pernah diumumkan. Bahkan rakyat bertanya kepada saya beberapa isu negatif yang ditujukan pada proyek insfrastruktur di Papua yang katanya mencapai anggaran trilyunan rupiah.
Isu-isu tersebut antara lain: 1). Tolong sampaikan ke Jokowi, mana grand design ruas jalan baru di Papua 2015-2019. 2) mengapa kontraktor utama yang bekerja di ruas jalan ini belum pernah ada putra Papua asli. Semua kontraktor utama semua pendatang yang mengelola ratusan miliaran rupiah dan semua uang lari keluar Papua. Bukankah kami juga warga negara yang bisa bekerja dengan nilai proyek yang besar? Kami orang asli Papua untuk menjadi sub kontraktor saja susah.
Kemudian, 3). Markus Omaleng, pengusaha pertama suku Amungme di Timika bangkrut dan jatuh miskin karena Kementerian PUPR tidak pernah membayar dan menghargai hasil keringatnya yang membuka jalan baru sepanjang 10 km Trans Papua dari Timika-Enarotali. Komnas HAM sudah tiga (3) kali kirim surat ke Menteri PUPR Basuki Hadimulyo namun tidak pernah gubris.
Selanjutnya, 4). Masyarakat juga bertanya kepada Presiden Jokowi, mengapa Kepala Balai Pembangunan Jalan dan Jembatan Papua tidak pernah dipimpin oleh putra asli Papua? Selalu dipimpin oleh orang non Papua bahkan hanya diisi oleh dua (2) suku saja, yaitu suku dari Sumatera Utara yang Kristen dan Sulawesi Selatan yang Kristen yang biasanya di Indonesia disindir suku yang suka kolusi dan nepotismenya tinggi?.
Kemudian, 5). Tolong tanyakan kepada Bapak Presiden Jokowi dan Menteri PUPR berapa nilai sogokan untuk menjadi Kepala Balai Papua sehingga putra Papua siap-siap untuk menyogok kalau isu itu benar, dsb nya.
Selanjutnya, 5). Mengapa proyek insfrastruktur di Papua selalu bermasalah hukum “korupsi” baik oleh para politisi di Senayan, para pejabat di kementerian teknis seperti dana Instratruktur daerah, (PPID) Papua “kardus durian” yang ditangkap KPK.
Hingga hari ini kita menyaksikan KPK membongkar dugaan korupsi jalan Trans Papua di Dinas PU Provinsi Papua.
Presiden Jokowi tidak pernah mengeluarkan instruksi Presiden sebagai landasan pembangunan insfrastruktur di Papua.
Berbeda dan kontras dengan Pemerintah sebelumnya yang memiliki grand design infrastruktur jalan di Papua secara serius melalui instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Papua.
Bahkan dalam RPJM 2010-2014 Pemerintah secara jelas membangun Grand Design dalam rangka mengatasi permasalahan infrastruktur jalan dan jembatan di wilayah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.
Itu semua menjadi landasan bagi Pemerintah Pusat membangun 11 ruas jalan strategis dan prioritas Provinsi Papua 2010-2014. Yaitu 7 ruas jalan strategis dan 4 ruas jalan prioritas. Untuk membangun 11 ruas jalan strategis dan prioritas dengan dana sebesar Rp. 9,78 Triliun.
Pembangunan 7 ruas jalan strategis itu adalah Nabire, Waghete dan Enarotali (262 km), Jayapura, Wamena dan Mulia (733 km), Timika, Mapuru Jaya dan Pomako (39,6 km), Serui, Menawi dan Saubeba (499km), Jayapura ke Sarmi (364 km), Jayapura, Holtekam batas PNG (53 km), Merauke Waropko (557 km), dengan total 2.056 km.
Sementara itu 4 ruas jalan prioritas Provinsi Papua sepanjang 361 km, yakni Depapre-Bongrang, Wamena-Timika-Enarotali, dan Ring Road Jayapura.
Provinsi Papua Barat, masing-masing 4 ruas jalan. Sorong-Makbon-Mega sepanjang (88 km), Sorong-klamono-Ayamaru-Kebar-Manokwari (606,17), Manokwari-Maruni -Bintuni (217,15), Fak-Fak-Hurimbe, Bomberai (139,24).
Salah satu moda transportasi yang sangat vital di Papua adalah moda transportasi udara. Pada saat ini di Papua terdapat 300 buah lapangan terbang perintis dan hanya dilayani oleh 5 buah pesawat Merpati buatan 1975 sampai terhenti 2013 sehinga saat ini tidak lebih dari 5 buah perusahaan swasta yang melayani mobilitas barang dan jasa.
Sebagai komisioner Komnas HAM, saya mau tanya mana pengembangan insfrastruktur strategis dan prioritas Jokowi 2015-2019 di Papua, mungkin juga di Indonesia? Kami dan rakyat Indonesia mempunyai hak untuk mengetahui (right to know) dijamin UU Nasional.
Jangan hanya mengeluarkan sepenggal catatan untuk sekedar pencitraan bahwa Pemerintah metamorfosis Papua dengan konektivitas infrastruktur darat, laut dan udara seperti di Pulau Jawa dan Sumatera. Hingga saat ini 99% pulau Papua masih daerah tertutup dan daerah terabaikan (blank spot).
sumber teropongsenayan