RAMADHAN: PUASA POLITIK?
Oleh Abdurrahman (Tim Indopolitik Watch)
Islam, Khilafah, HTI, FPI, dan Aktifis Islam menjadi trending topik hangat di negeri ini. Mendadak umat dikagetkan dengan upaya kriminalisasi, meski ditolak mentah-mentah oleh penegak hukum. Sukacita aksi bela ulama menjadi titik tolak kerinduan dalam persatuan umat. Sayangnya, penguasa bukanlah orang yang dekat dengan rakyatnya, sehingga keinginan rakyat menuntut keadilan diaborsi dan direduksi. Sebaliknya, rakyat dituding macam-macam dengan tuduhan yang tidak mendasar.
Ramadhan akankah puasa politik? Tentu harus dilihat dahulu makna politik. Jika yang disangkakan selama ini politik dengan tujuan berpusatnya kekuasaan di satu pihak, maka jelas, ramadhan menjadi momentum untuk refleksi diri. Apakah pejabat negara dan penguasa sudah memberikan pelayanan terbaik bagi rakyatnya? Atau sebaliknya, menggadaikan kekuasaan dengan memperkaya diri?
Syukur alhamdulillah, ramadhan menjadi kesadaran umat Islam. Media sosial yang merupakan lini revolusi media mengkristalkan opini untuk menolak segala bentuk kedzaliman. Ramadhan bukan berarti puasa politik dalam rangka mengoreksi kebijakan penguasa. Justru ini momentum tepat untuk menawarkan solusi Islam bagi penguasa dan rakyatnya.
Umat Islam haruslah memiliki kecerdasan politik, untuk terus berada di garda terdepan membela Islam, ulama’, dan ormas Islam dari upaya jahat dan makar musuh. Kecerdasan politik Islam sangatlah dibutuhkan oleh umat, dalam rangka membentuk ekosistem Islam dan tatanan baru Islam. Tidak dapat dipungkiri, hanya politik Islamlah yang mampu memberikan keteduhan dan kesejukan, karena didasarkan pada aqidah dan ketaqwaan. Bukan semacam politik demokrasi yang didasarkan pada nilai bebas agama.
Justru yang harus puasa politik adalah penguasa negeri ini. Bermuhasabahlah selama sebulan penuh ini dengan menjawab pertanyaan: sudahkah kembali kepada Islam sebagai seorang penguasa? Sudahkah mengambil aturan Islam sebagai tata kenegaraan? Sudahkah mengelola SDA sesuai Islam? Sudahkah mampu menegakan keadilan? Sudahkah menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai sandaran? Jika belum, maka umat tidak akan pernah puasa politik dan akan terus menyuarakan kebenaran kembali kepada Islam, sampai jantung ini tak berdetak.