DON’T CRY FOR ME INDONESIA
Oleh: Smith Alhadar*
*Penasihat Institute for Democracy Education (IDe)
Tidak ada yg lebih hina daripada dianiaya orang tolol. Dalam kehinaan ini, aku membuka kembali lembar demi lembar perjalanan hidupku di bwh langit hitam dan badai yg menyapu dari utara.
Ternyata hidup tak selalu mudah. Sering tak terduga. Banyak yg telah berhasil aku capai. Tapi tak sedikit jg yg gagal. Semuanya aku terima dgn jiwa besar dan rasa syukur.
Aku pernah cukup lama menikmati puji-pujian, dihormati, dan hamparan rezeki yg melimpah, di saat banyak org di kolong langit ini menanggung kehinaan dan terbuang.
Kini, di ujung senjakala hidupku, yg mungkin akan melumat habis seluruh prestasi dan harga diriku, hrs aku hadapi dgn kepala tegak. Pd akhirnya, mungkin sj aku akan menemukan diri lbh hina drpd raja yg jatuh dari singgasana.
Tak kusangka teman seperjuangan yg dulu bkn siapa2, lalu kubantu dia mencapai posisi puncak negeri besar ini, skrng berbalik menghantamku. Dgn cara yg kejam pula untuk alasan yg sulit dimengerti.
Mengapa aku tak bs mengusung seorg muda yg cakap untuk menjadi calon pengganti temanku itu ketika mandatnya segera berakhir? Mengapa calon pemimpin yg kompeten, yg aku yakini dpt mengurai benang kusut negeri ini, hrs disingkirkan dari cara2 biadab? Aku kira Orba telah berakhir. Ternyata ia berinkarnasi mnjd kingkong yg aku turut memeliharanya.
Aku kecewa pd temanku itu. Tp lbh kecewa lg pd diriku sendiri. Mengapa org seperti ini, yg gagal memakmurkan rakyat dan merusak negara, aku bantu sepenuh hati meskipun untuk itu aku menyengsarakan sebagian besar org?
Aku menyesal. Tapi akan kuhadapi tragedi ini sekalipun sendirian. Aku terluka, tp sisa martabatku pemberian Tuhan akan aku jaga hingga di ujung hayatku. Manusia hanya berharga kl dia menghargai harga dirinya. Harta bs lenyap, gengsi bs hilang, tp harga diri hrs terus menyala untuk membuatku terlihat bermartabat sbg manusia.
Setidaknya untuk diriku sendiri. Siapa tahu rakyat jg menghargai sikap yg kuambil sehingga mnjd satu2nya legacy-ku untuk rakyat, bangsa, dan negara yg aku cintai ini.
Tak aku pungkiri karut-marut negeri saat ini tak bs dilepaskan dari kepicikan, ambisi buruk, dan syahwat kekuasaan pemimpin yg dulu kudukung habis2an. Dan aku menikmati keuntungan materi dan nonmateri dari pemerintahannya.
Media-media yg kumiliki secara sengaja dan bersemangat menutupi semua kelemahan dan kesalahan yg dibuat temanku itu. Jelas aku berdosa. Mengapa bkn aku sendiri yg hrs memikul akibatnya, melainkan menyeret jg rakyat kedalam kehidupan yg durjana ini?
Org menuduh — dgn mengusung temanku yg nirprestasi dan nirintegritas itu — bertolak dari karakter oportunistikku. Bhw aku tak peduli pd kemaslahan rakyat dan bangsa. Yg aku kejar hanyalah keuntungan pribadi dari pemerintahannya.
Anggapan itu tak sepenuhnya benar. Aku tdk sdg membela diri. Sumpah, ketika itu aku jg punya mimpi besar untuk kejayaan negeri ini. Temanku yg nampak lugu, jujur, bersih, konon pintar pula, dan tak terkait dgn Orba, aku yakin dpt mnjdi variabel penting untuk menyelesaikan sebagian masalah, terutama terkait KKN.
Ternyata aku salah besar. Tp semua sdh terlambat. Korupsi, kolusi, dan nepotisme justru merajalela selama 9 thn periode pemerintahannya. Untuk semua itu, dan syahwat kekuasaannya, ia lbh durjana drpd penguasa Orba. Wallahi, aku terkejut. Tp aku membiarkannya krn kerajaan bisnisku aman dan lancar. Meskipun terkadang aku terbangun dari tidur ketika wajahnya yg aneh muncul dlm tidurku.
Skrng aku heran sendiri, mengapa sikap resistensiku kpd kezaliman yg aku jaga sjk dulu berubah? Pdhal, dulu, ketika Soeharto sdg kuat2nya, aku mendirikan koran “Prioritas” yg kritis pd pemerintah. Pd saat bersamaan, bisnisku berkembang. Namaku melejit di panggung nasional. Bravo, Surya Paloh!
Dus, sjk awal aku meyakini bisnis ttp bs tumbuh tanpa perlu menjilat pd kekuasaan. Sekali lg pasti org mengira aku oportunistik. Aku membangun “Prioritas” yg kritis pd rezim tak lbh drpd siasat bisnisku doang.
Toh, pd wkt itu, media yg kritis trhdp rezim pasti laku keras. Dan memang dlm wkt singkat, oplah “Prioritas” terjual hingga 100 ribu eksemplar. Yg dilupakan org adalah resiko yg mungkin aku pikul jauh lbh besar ketimbang keuntungan yg akan aku peroleh.
Aku adalah kader Golkar dan sdg membangun bisnisku sendiri. Karier politikku pun sdg menanjak. Aku menyadari sepenuhnya bhw rezim dgn mudah dpt menggulung karier politik dan bisnisku kpn sj ia kehendaki. Terbukti, tak sampai dua thn “Prioritas” dibreidel. Aku menyesal, tp menyadari tak semua yg kita inginkan di dunia ini dpt terpenuhi.
Tak lama, aku mendirikan koran “Media Indonesia” yg sgt vokal pd Menteri Penerangan Harmoko, yg ketika itu mnjd common enemy bagi pers nasional. Dgn mempertimbangkan resiko besar yg mungkin kuhadapi, mestinya menggugurkan imajinasi org bhw tak ada hal lain yg kukejar kecuali keuntungan materi.
Dan jetika kader partaiku baru2 ini digelandang sbg koruptor ada org yg mengaitkannya dgn aku dan kader2 partaiku. Aku tantang: silakan periksa kami seluruhnya. Tp jgn jg membatasi hanya pd aku, partaiku, dan org2 aku. Periksa semua org terkait dari ujung kanan sampai ujung kiri, dari ujung barat hingga ujung timur. Biar semua jelas dan tak ada dusta di antara kita.
Kendati aku berkepentingan memelihara kerajaan bisnisku, sungguh aku berkomitmen memajukan bangsa ini melalui mediaku. Media berfungsi sbg instrumen untuk mnjaga kewarasan publik, mengawasi pemerintah, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan.
Kl aku hanya mengejar keuntungan pribadi, mestinya bkn bisnis media yg aku geluti, yg beresiko secara politik maupun kelangsungan bisnisku.
Cap oportunistik pd diriku muncul ketika — menurut musuh rezi.– partai dan mediaku menopang secara tdk kritis trhdp rezim saat ini. Aku menganggap hal itu wajar krn, sbg pendukung rezim, tdk logis kl aku mengambil sikap berbeda secara diametral dgn pemerintah.
Biar begitu, mediaku kadang menolak secara arif kebijakan rezim yg aku pandang berdampak luas pd kemaslahatan bangsa secara keseluruhan. Kendati terkejut atas aniaya rezim atas bisnisku saat ini — mngkin jg dilanjutkan dgn aniaya atas partai dan bakal capres yg kudukung — aku tak menyesal. Tdk bakal!
Malah, semakin kuat tekatku melawan rezim jorok, picik, dan khianat trhdp cita2 bangsa. Krn aku yg bertanggung jwb trhdp kehadiran rezim durhaka ini, aku tak meminta rakyat untuk membantuku melawannya. Boleh jd aku kalah. Tp aku ingin kalah secara terhormat.
Ingat, wahai penguasa! Ojo dumeh. Jgn mentang2. Sejarah banyak mencatat tumbangnya pemimpin besar dan pemimpin kuat krn pemimpin yg berusaha memperkuat dirinya dgn cara2 bedebah justru akan berbalik menghantam dirinya sendiri dari dlm maupun dari luar. Tak perlu membaca sejarah negara lain untuk bercermin diri. Tengoklah sejarah kita sendiri.
Siapa sangka great man Soekarno dan strong man Soeharto tehempas dari Istana secara tak terduga dan meninggal dlm kesunyian yg getir. Pemimpin kita yg skrng bkn org besar ataupun org kuat. Dia jg bkn org yg cerdas. Banyak org dgn berbagai kepentingan menjemput dia dari kampung halamannya untuk mnjd proksi bg kepentingan mereka. Aku ikut2an krn termkn propaganda bhw dia walikota terbaik dunia, pembuat mobil Esemka. Pasti org ini luar biasa!
Sebenarnya aku ckp heran pemimpin dgn kapasitas sgt terbatas ini bertahan hingga dua periode. Tp aku sadari bgw kekuasaannya awet krn pencitraan manipulatif yg menipu rakyat, menipu kita semua. Aku ingin mengungkap siapa dia sebenarnya. Tp dia telah bertransformasi mnjdi penguasa yg berbahaya bg negara,bagi diriku sendiri. Ia menciptakan kerusakan yg hampir menyeluruh. Ia memanjakan oligarki, melayani kepentingan Cina, membangun politik dinasti, menimbun utang yg hrs dibayar rakyat, memarakkan korupsi, meninggalkan legacy IKN dan proyek infrastruktur lain yg mangkrak. Astaghafirullahul azim! Aku blm pernah merasa bersalah seperti ini.
Untuk semua ini, ditambah kebijakan2 yg melanggar banyak aturan bernegara, semestinya rezim ini telah kehilangan legitimasi. Namun, krn kebodohan, ketakutan, dan dikendalikan kekuatan lain, bukannya memperbaiki kesalahan di ujung pemerintahannya, ia justru bertindak ngawur, ceroboh, dan mengekspos keluarganya ke hadapan bahaya.
Ia tak mau belajar pd nasib keluarga Soekarno yg hrs hidup terkucil dan dibatasi akses politik dan ekonomi mereka dlm wkt lama. Ia jg lupa pd nasib keluarga Soeharto yg dimaki dan dikucilkan masyarakat. Putera bungsu Soeharto bhkan hrs mendekan dlm penjara.
Aku menyesal hrs mengungkap hal2 buruk ttng prmerintahan yg kelahirannya turut aku bidani. Silakan Anda tak percaya, tp sesungguhnya dgn mengusung tokoh muda cemerlang untuk menjdi presiden berikut, aku berikhtiar untuk menebus dosaku kpd rakyat.
Tak kuduga begitu bengis teaksinya. Ia terus berupaya menghancurkan seluruh napas hidupku. Tak apa. Aku dididik orgtuaku, kebudayaaku, dan agamaku, untuk senantiasa melawan kemungkaran. Mendiamkannya berarti aku lbh zalim drpd penzalim itu sendiri. Mungkin banyak org menertawaiku krn dipecundangi org yg bkn dari kelasku. Aku terima kl ditertawai rakyat yg dulu pernah memperingatkan aku ttng watak asli temanku ini. Ketika itu aku malah balik menertawai mereka. Aku menyesal, tp tak usah memaafkan aku.
Memang pahit di puncak kesuksesanku sbg politisi dan pengusaha aku dipecundangi lelaki dungu, tak tahu balas budi, dan tak tahu hukum2 kehidupan. Tp akan kuhadapi semua ini dgn dada yg membusung.
Percuma kau menindas Surya Paloh! Aku berdiri di sini, telanjang dlm ruang terang, tanpa siapa2. Aneh kl kau yg powerful berani menghadapi org seperti ini, org yg terzalimi dan yg kau khianati.
Biarlah aku kalah. Dan dilupakan. Klpun ada yg peduli pd diriku, aku ingin Surya Paloh dikenang sbg org yg kalah dlm perjuangan. Itu saja!
Tangsel, 21 Mei 2024