REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pakar hukum tata negara, Asep Warlan, mengatakan bahwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) seharusnya diberhentikan dari jabatan gubernur DKI Jakarta. Sebab, jika mengacu pada UU Pemda, ketika seorang kepada daerah berstatus terdakwa, maka sudah semestinya diberhentikan sementara.
”Tapi Mendagri menafsirkan harus ada putusan, tapi hemat saya terdakwa, bukan inkrah. Contohnya Ratu Atut (mantan gubernur Banten), tersangka diberhentikan, Ojang Sohandi (mantan bupati Subang) juga begitu,” katanya saat dihubungi, Jumat (10/2).
Sehingga, pemberhentian sementara bukan dilihat pada kasusnya, tapi dilihat dari status terdakwa dan dakwaannya. Begitu juga soal penahanan seorang tersangka, jika ancaman hukuman pidananya di atas lima tahun maka harus ditahan.
”Ahok kan dua pasal, ada empat tahun dan lima tahun. Itu ngotak-ngatik pasal, pasal mana digunakan,” ujarnya.
Karena itu, Asep menilai, status Ahok bergantung pada hakim, pasal mana yang akan digunakan. Sementara, Mendagri melihat dari dua aspek. Pertama, saat pilkada, seorang kepala daerah tidak boleh diberhentikan, agar pembangunan tidak berhenti. Kedua, Mendagri menyatakan menunggu vonis hakim terlebih dahulu.
”Ini tidak fair, diskriminatif. Lihat bagaimana Atut di Banten, Subang juga. Belum divonis sudah diberhentikan. Jadi di negeri ini mah bergantung penguasa. Mudah-mudahan dengan tekanan publik mendagri memperlakukan Ahok sama dengan yang lain,” kata dia.