Thursday, December 12, 2024
HomeHikmah dan NasehatSok Bijaksana atau Pengecut?

Sok Bijaksana atau Pengecut?

Oleh: Ust. Nasrullah

Saat genting adalah saat di mana sikap gentlemen seseorang diuji. Sikap pengecut dan sok bijaksana terkadang samar di saat-saat seperti itu.

Sekelas Umar bin Khattab r.a. saja pernah mengalami hal itu. Padahal di zaman Nabi SAW masih hidup, sikap Umar sering berada di sisi yang gentlemen yang diakui Allah.

Adalah Abu Bakar Ash-shiddiq yang mengaduk-aduk sikap gentlemen nya Umar ra. Saat itu gerakan murtad terjadi sepeninggal Nabi saw. Padahal sederhana, beberapa kabilah hanya tidak mau menyetor/membayar zakat.

Masalah sesederhana itu dipandang Abu Bakar ra sangat fatal dan bisa jadi benih pemberontakan. Dan sikap Abu Bakar saat itu adalah: memerangi mereka.

Umar ra berusaha membujuk Abu Bakar untuk mengurungkan niatnya. Bahkan banyak sahabat yang meminta Umar ra membujuk Abu Bakar. Tentu dengan alasan-alasan yang bijaksana.

Tapi jawaban Abu Bakar mengejutkan Umar ra, “Umar, di masa jahiliyah engkau adalah pemberani, sekarang di masa Islam engkau menjadi pengecut. Sedangkan aku, demi Allah. Aku akan memerangi mereka, selama aku cukup kuat untuk memegang pedang di tanganku. Bahkan walaupun mereka hanya menahan (harta zakat) sedikit saja.”

Saat itu Umar ra akhirnya sadar bahwa sikap bijaksana beliau tercampur dengan sikap pengecut. Dan benar saja, pilihan sikap Abu Bakar ra sangat tepat. Pemberontakan demi pemberontakan (dari kalangan murtadin) bisa dihadapi.

*

Sikap pengecut yang diliput dengan alasan-alasan bijaksana sering terjadi. Sebenarnya itu timbul dari rasa takut yang dituruti, tapi mencari alasan terbaik. Tapi sayangnya, tidak sesuai konteksnya. Sehingga jadinya malah “Sok Bijaksana”.

Dalam kasus Umar ra di atas, beliau tertutupi fakta bahwa masalah yang dihadapi sebenarnya sederhana saja. Para penolak pembayar zakat itu tidak mau melaksanakan rukun Islam. Sebuah fondasi dalam Islam.

Maka, Abu Bakar ra melihat itu. Jika tidak mau melaksanakan rukun Islam, maka sikapnya sederhana. Perangi.

Islam itu dasarnya adalah agama damai. Tidak mau perang. Maka semua jalan untuk menuju kedamaian akan diperjuangkan dengan maksimal. Bahkan jika damai itu harus diperoleh dengan perang.

Hehe… bingung ya?

Ya sebingung masyarakat kita sekarang menghadapi seorang Ahok.

Masalahnya kan sederhana. Tangkap saja beliau. Maka kedamaian akan terwujud. Ketenangan masyarakat akan adanya keadilan terpenuhi. Semua bahagia. Dan hidup damai kembali.

Tapi jika jalan kedamaian itu berliku, maka sikap-sikap kesatria kita diuji.

Menghadapi hal ini, muncullah sikap “sok bijaksana”. Wajar saja. Karena ini memang persimpangan yang mendebarkan.

Jangankan kita, Umar ra saja sempat muncul rasa takutnya akan terjadi peperangan antar suku, karena sikap tegasnya Abu Bakar ra yang ingin memerangi mereka.

Sikap sok bijaksana itu indah sekali kata-katanya:

“Sudahlah, maafkan saja, Nabi saw itu orang yang gemar memaafkan”

“Duduk tenang saja di rumah, biarkan
polisi mengerjakan tugasnya”

“Wah ini gerakan demonstrasi ada yang menunggangi”

Bahkan sikap-sikap sok bijaksana itu ada yang mengarah pada provokasi,

“Hati-hati, Suriah kedua”

Ya kayaknya ga sampai segitunya kali…

Masalah pak Ahok ini sudah menyentuh nilai fondasi dalam Islam. Darimana mengukurnya? Sederhana saja sih… MUI sudah bersikap.

MUI itu bukan lembaga sederhana. Legitimasinya dalam Islam itu kuat sekali.

Urutan Hukum Islam itu terdiri dari :

1. Al-Qur’an
2. Hadits Shohih
3. Ijma’ ulama
4. Qiyas
5. Ijtihad

Jika tidak ada dalam Al-Qur’an maka berusaha menemukan dalam hadits. Jika tidak ada di hadits, maka para ulama bersepakat untuk menentukannya (Ijma’). Jika belum ada ijma’ maka ulama orang per orang mencoba mengambil hukum dari qiyas dan ijtihad pribadi (tentu dengan syarat yang sangat ketat).

Naaah… sikap terhadap pak Ahok ini masuk dalam derajat nomor 3. Kuat sekali. MUI itu kumpulan para ulama seluruh Indonesia. Pimpinannya sekarang KH Ma’ruf Amin adalah kyai NU yang sangat disegani.

Jadi, jika MUI sudah menyatakan bahwa ada penistaan agama di sana dan hukum di Indonesia menyatakan bahwa penistaan agama ada hukuman pidananya, ya tinggal dilaksanakan.

Tapi… sejarah membuktikan bahwa pak Ahok ini selalu lolos dalam semua jeratan hukum. Jangankan yang ringan, yang kelas super berat sekalipun beliau sakti. Sepertinya sekarang juga akan lolos.

Maka, itu yang terekam dalam sanubari masyarakat Indonesia. Mereka bergerak. Menuntut keadilan. Dengan damai tentunya. Karena umat Islam Indonesia ini beda dengan lainnya. Sangat sangat toleran.

Toh, menyuarakan pendapat dengan damai ini dilindungi undang-undang.

Dengan kejelasan yang terang benderang dalam kasus pak Ahok ini, maka sikap “sok bijaksana” malah menunjukkan rasa pengecut yang nyata.

“Islam dihinakan, lalu muncul seruan untuk memaafkan”

Masalahnya tidak sesederhana itu. Ini adalah sikap gentlemen yang muncul dari sanubari paling dalam. Tidak akan bisa dihilangkan walau dengan pengalihan isu apapun.

Jadi menghadapi kasus pak Ahok ini terang benderang. Anda gentleman atau pengecut. Itu saja.

Sikap sok bijaksana itu bahkan ada yang begini…

“Al-Qur’an ga perlu dibela. Allah langsung koq yang bela, kita mah siapa atuh…”

Indah bukan? Menyihir sekali kata-katanya. Sehingga mereka yang pengecut jadi terhibur…

Ya memang Al-Qur’an itu langsung Allah yang bela, tanpa kita pun Al-Qur’an akan tetap mulia. Tanpa kita turun ke jalan pun Al-Qur’an tetap mulia.

Sama seperti sholat, tanpa kita menyembah Allah pun, Allah akan tetap mulia.

Tapi, bukan Allah yang butuh disembah, kita yang butuh sholat. Dengan sholat, maka Allah tahu bahwa kita adalah Muslim yang taat.

Begitu juga dengan Al-Qur’an. Bukan Al-Qur’an yang butuh kita, kitalah yang membutuhkan Al-Qur’an. Dengan membelanya saat dihina, menunjukkan bahwa kita pecinta Al-Qur’an. Kalam Allah yang akan membela nanti di yaumil akhir. Bagian dari Rukun Iman.

Jadi, saat Al-Qur’an dihinakan, kita di mana? Apakah masih ada gentlemen dalam diri kita? Atau ini membuktikan bahwa kita pengecut?

Tetap damai ya dalam demonstrasi. Karena itu jati diri kita. Tanpa marah-marah. Tanpa caci maki. Hanya turun ke jalan sudah membuat polisi berfikir koooq… sooo… jaga diri ya… sopan dan santun saat berdemo…

Pak Ahok tenang aja. Masuk penjara itu cuma kesempatan bertaubat koq. Insya Allah akan dapat hidayah dariNya… aaaamiiin…

Selamat berdemonstrasi….

(Ust. Nasrullah)

RELATED ARTICLES

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments

Noersatrio Harsanto on INDONESIA AKAN DIKEPUNG RELAWAN ANIES
sukirno on BUNUH DIRI PPP