Lihatlah, bagaimana syiah menghina Husein bin Ali RA dan menuduh beliau telah bersikap munafik dengan melaksanakan shalat jenazah bagi seorang munafik. Dalam shalatnya tersebut beliau juga tidak melaksanakan salah satu rukun shalat jenazah yakni mendoakan mayit agar mendapatkan kelapangan, kebaikan dan ampunan dari Allah SWT, tapi beliau bahkan berdoa agar yang bersangkutan celaka dan dilaknat Allah SWT. Mungkinkah cucunda Rasulullah SAW yang satu ini melakukan perbuatan nifak seperti itu?
Tidak berhenti sampai di sini, bahkan orang-orang syiah berkeyakinan sebagaimana telah diungkap sebelumnya, bahwa kemunafikan yang sama juga pernah dilakukan Rasulullah SAW ketika seorang tokoh munafik Abdullah bin Ubai bin Salul meninggal dunia. Melihat kehadiran Rasulullah SAW untuk menshalatkannya, maka Umar pun berkata kepada beliau:”Bukankah Allah telah melarangmu untuk melakukan hal ini? Rasulullah menjawab: “Celakalah engkau, tahukah engkau apa yang aku baca? Sesungguhnya aku mengucapkan: “ Ya Allah, isilah mulutnya dengan api dan penuhilah kuburnya dengan api dan masukkan dia ke dalam api.
Lihatlah, bagaimana syiah menisbatkan kedustaan kepada Rasulullah SAW dan menuduh beliau bersikap munafik dalam Shalatnya. Padahal beliau diperintahkan Allah SWT: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik (QS. Al Hijr, 15:94)
Sejarah mencatat, betapa Rasulullah SAW tetap teguh dan kokoh sikap dan pendiriannya dalam menyampaikan kebenaran ilahi. Tidak sekalipun beliau bertaqiyyah. Padahal pada periode pertama risalah di Makkah, beliau acapkali dicaci-maki, dihina, difitnah, diintimidasi, dan bahkan diancam untuk dibunuh.
Begitu pula halnya Abu Bakar Ash Shiddiq RA, Bilal bin Rabah, bahkan Sumayyah Ibunda Ammar dan Habib bin Zaid lebih memilih mati syahid daripada bertaqiyyah. Apa yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat sangatlah bertolak-belakang dengan doktrin syiah yang menyatakan bahwa taqiyyah bagian dari agama dan bukti kesempuarnaan iman seseorang.
Al Kulaini meriwayatkan, bahwasannya Abu Abdillah berkata: “Hai Abu Umar, sesungguhnya Sembilan puluh persen dari agama ini adalah taqiyyah. Tidak ada agama bagi orang yang tidak bertaqiyyah. Dan taqiyyah boleh dilakukan dalam segala hal, kecuali dalam urusan nabidz (perasa anggur sebelum jadi khamr) dan (tidak bolehnya) mengusap dua sepatu
Al Kulaini menukil riwayat lain dari Abu Abdillah yang berkata: “Jagalah Agama Islam, tutupi dengan taqiyyah. Tidak dianggap beriman seseorang yang tidak bertaqiyyah. Bahkan dalam rangka bertaqiyyah, seseorang dibenarkan bersumpah dengan menyebut apa pun selain Allah. Al hurr al ‘Amili dalam bukunya, Wasaa-ilusy Syiah meriwayatkan dari Ibnu BUkair dari Zurarah, dari Abu Ja’far: “Aku “Zurarah) bertanya kepadanya (Abu Ja’far), sesungguhnya bila kita melewati mereka, maka mereka akan memaksa kita untuk bersumpah berkaitan dengan harta kita, padahal kita sudah menunaikan zakatnya, maka dia menjawab: “Wahai Zurarah, jika kamu takut, maka bersumpahlah sesuai dengan yang mereka inginkan “ Aku bertanya lagi: “Aku menjadi penebus untukmu, boleh bersumpah demi talak dan demi memerdekakan budak? “ Dia menjawab: “ Ya demi apa pun yang mereka inginkan.
#tobecontinue
#sumber Athian Ali Moh. Da’i