Islamsehat – Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2015, Prof Din Syamsuddin mengatakan menolak Gubernur (non-aktif) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bukan karena Ahok seorang non-Muslim atau Tionghoa.
Bukan pula karena Din mendukung salah satu dari dua pasangan calon lain pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
“Kerukunan antar agama dan antar suku/ras tengah kita rajut, tapi Ahok merusaknya,” ujar Din soal alasannya menolak Ahok sebagaimana keterangan tertulis diterima wartawan di Jakarta, Ahad (13/11/2016) malam.
Din mengaku, dirinya menolak Ahok adalah karena hati nuraninya meyakinkan bahwa Ahok bukan pemimpin yang cocok bagi masyarakat Jakarta, apalagi Indonesia.
Sangat Patut Diduga Korupsi
Menurutnya, kiprah Ahok selama memimpin DKI Jakarta tidak sepi dari kelemahan-kelemahan mendasar. Seperti sangat patut diduga melakukan korupsi dalam kasus RS Sumber Waras dan
Reklamasi Pulau-pulau di Teluk Jakarta.
“Reklamasi Teluk Jakarta untuk siapa?” ujarnya mempertanyakan.
Pada kasus-kasus itu, kata Din, KPK seolah tidak berdaya menyeret Ahok sebagaimana KPK menyeret para tersangka yang diduga menerima suap dalam jumlah kecil sekalipun.
“Sepertinya ada kekuatan besar yang membelanya (Ahok. Red), dan pihak pemangku amanat dan penentu kebijakan seperti tidak berdaya bekerja dengan hati nurani,” jelas Din.
Ia menambahkan, rasionya menyimpulkan bahwa Ahok bukanlah pemimpin mumpuni, apalagi bekerja untuk rakyat kecil. Melainkan lebih bekerja untuk para pengusaha besar.
“Prestasinya memimpin Jakarta selama ini, lebih karena opini yang dibangun media-media pendukungnya yang tidak menampilkan keburukan-keburukannya,” ungkap Ketua Dewan Pertimbangan MUI ini.
Ia mengungkapkan, apa yang dianggap sebagai keberhasilan Ahok sesungguhnya sudah dimulai sejak masa Gubernur Joko Widodo, bahkan Gubernur Fauzi Bowo dan Sutiyoso.
Dinilai Berambisi atas Kekuasaan
Din juga menyoroti debut Ahok yang dianggap loncat-loncat dari partai yang satu ke partai lain. Dimana, kata dia, itu menunjukkan ambisi kekuasaan Ahok yang sangat oportunistik.
Menurutnya, melupakan partai atau orang yang berjasa mendukungnya juga merupakan perilaku tidak etis dari seorang pemimpin.
“Bagi saya, Ahok adalah problem maker (pembuat masalah. Red), bukan problem solver (pemecah masalah. Red),” tandasnya.
Din mengatakan, kini takdir Allah yang memelesetkan Ahok dengan ujaran kebencian di Kepulauan Seribu (27/09/2016). Ujaran itu kemudian mendorong reaksi besar yang merupakan tanda bahwa kekuasaan dan keadilan Ilahi sedang menempuh jalannya.
“Kepada kaum beriman dan umat beragama jangan abaikan itu. Kita semua harus bersama-sama tergerak untuk menyelamatkan bangsa ini dari ketersanderaan dan perpecahan,” pungkas Din berpesan.
Dalam pesan-pesannya tersebut, tidak dijelaskan Din menolak Ahok untuk atau sebagai apa.
Sumber : Hidayatullah.com