by M Rizal Fadillah
Kiriman berita tokoh nasional asal Papua Natalius Pigai cukup menarik. Saat acara Natal Ikatan Mahasiswa Pegunungan Jayawijaya se Jawa, Bali, dan Sumatera di Megamendung tiba tiba melalui Zoom muncul sosok Gubernur Jateng Ganjar Pranowo hendak memberi sambutan. Sontak mahasiswa terkejut.
Para mahasiswa langsung “walk out” hingga kursi nyaris kosong. Dua orang yang diketahui petugas medsos yang hadir diusir jemaat dan “kabur” dengan Innova bernopol H 1270 XG. Wuih mobil pun datang dari Semarang. Akhirnya sambutan “selundupan” Ganjar batal. Misi politik di arena ritual gagal total.
Ganjar atau timnya gencar berkampanye untuk Pilpres 2024. Tidak cukup deklarasi oleh para relawannya. Agenda Sambutan “selundupan” pada acara Natal di Megamendung adalah contoh pencarian ruang kampanye. Meski pasti dibantah bukan inisiatifnya, tetapi rasanya tidak mungkin tim berani “nyelonong” tanpa restunya. Pakai mobil H lagi.
Ganjar bukan calon otentik, besar dugaan orbitan. Ia mengeles dengan pengakuan tidak ikut capres-capresan. Malu pada Covid. Prakteknya kasus e-KTP yang membelitnya nampak diabaikan. Benturan kepentingan PDIP dengan pencalonan Puan diatasi dengan survey buatan. Top up atau mark up mudah untuk dilakukan asal ada bandar yang siap berjudi.
Jika Ganjar adalah figur yang sengaja digadang-gadang untuk menjadi boneka oligarkhi baru, maka demokrasi semakin terancam. Negara cukong akan terus dilestarikan. Karenanya jika rakyat kini melakukan konsolidasi dan berteriak melawan Ganjar, bukan semata tak suka pada figurnya tetapi wujud dari perlawanan pada sistem pemerintahan oligarkhi yang ingin dibangun secara berkelanjutan.
Berita dari pejuang HAM dan demokrasi Natalius Pigai tentang bubarnya peserta Natal Megamendung akibat dari “hadirnya” Ganjar Pranowo sangat menarik. Mahasiswa Papua bukan sekedar menolak Ganjar “sang penyelonong” tetapi ini sebagai perlawanan Ikatan Mahasiswa Pegunungan Jayawijaya pada cara “menghalalkan segala cara” untuk melanggengkan kekuasaan oligarkhi.
Ganjar datang Jemaat bubar. .
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 29 Desember 2021