To: Kabilah Serbet wa Taplak.
Kalian itu tidak perlu lah protes atau keberatan segala terhadap spanduk-spanduk penolakan mensholâti dan mengurusi bangkai para pembela Kâfir Terdakwa Penista Kitâbullôh.
Iya, bukankah kalian ketika hidup merasa kuat dan banyak, lalu kalau sudah mati, kenapa kalian jadi takut mati sendirian? Takut tidak diurusi, tidak disholatkan? Jangan cemen dong ah…!?!
Kalau jadi orang itu jangan nanggung-nanggung. Kalau saat hidup nekad meninggalkan syari‘at, kenapa saat sudah mati dan jadi bangkai mendadak syar‘i? Yang kâffah dong ah…?
Padahal, kalau memang tetangga atau pengurus Masjid tidak mau mengurusi bangkai kalian, ya kalian pergi saja ke sesama pembela si Kâfir Terdakwa Penista Kitâbullôh itu? Barangkali pada mampu dan mau memulasarainya bangkainya?
Atau kalau tidak, coba dong kalian pergi ke tempat ibadah agama lain. Barangkali pemuka agama lain mau mengurusi bangkainya. Bukankah itu adalah bentuk “toleransi” dan kebhinekaan banget…?
Jadi nggak usah lah memaksa-maksa Muslim lain untuk mengurusi bangkai kalian, sebab selama hidup kalian maunya menyampur-nyampur agama, milih-milih syari‘at agama à la hidangan prasmanan. Jadi pas giliran mati, nggak masalah dong dicampur-campur juga?
Bangkainya dimandikan seperti biasa, lalu dibajuin pakai jas à la agama lain, dan kemudian dibakar à la agama lainnya juga.
Atau mau dibakar à la Nusantara juga boleh… dioles saus kecap manis, atau pakai sambal kacang… kalau suka saus tiram, atau mau pakai saus Padang, juga boleh… terus dikalengin dan dibuang di kawah di puncak gunung Bromo sana. Nusantara banget, kan…?
Adapun untuk upacara dan do’a kematiannya, maka bisa pakai MP3. Kalau kebetulan duitnya banyak, maka bisa adakan live concert “Salam Kematian 2 Jari” dengan mengundang artis papan atas, papan tengah, sampai ke artis papan bawah, dan dari semua genre. Keren banget secara standard kalian, kan?
Liberalisasi kematian juga perlu dilakukan agar benar-benar saat hidup jadi “orang bebas” yang tidak nanggung-nanggung, dan saat sudah mati dan jadi bangkai pun tidak nanggung-nanggung?
Kalian juga jangan jadi pengecut gitu lah? Masa baru diancam tidak dishôlati saja sudah pada cengeng begitu? Ayo dong tunjukkan kenyolotan, kengeyelan, kegarangan, dan kenekadan kalian yang biasa kalian tampilkan di Sosmed itu?
Oh iya, kalian kan pernah bilang hormati orang yang tidak puasa? Nah, sekarang fair dong dengan MENGHORMATI MUSLIM YANG TAK MAU MENSHOLÂTI BAGKAI MUNÂFIQÛN? Adil kan…?
Lagian, kalian harusnya konsisten dong kalau memang benci sama budaya ‘Arab?
Iya, sebab kalau kalian mati, terus dimandikan, dikafani, disholâtkan, lalu dikuburkan di pekuburan Muslim, maka yang seperti adalah itu adalah budayanya orang ‘Arab. Padahal kalian katanya anti banget sama yang bau-bau ‘Arab?
Lagian kalian kan sering banget mengatakan: “jangan bawa-bawa agama”? Lalu kenapa pas sudah mati dan jadi bangkai, harus diurus secara syari‘at agama? Urusi saja sama keluarga masing-masing suka-suka sendiri. Jangan jadikan bangkai kalian jadi urusan masyarakat Muslim. Bukankah kalian sering bilang: “agama itu urusan pribadi”?
Adapun kalau kami sangat takut urusan kematian dan Hari Akhir, maka kalian tak perlu takut sama cerita-cerita Alam Barzakh dan Hari Qiyâmat. Karena toh kalian anggap itu cerita dongengan yang belum tentu benar, ‘coz nobody has ever come back from death, kan?
Gitu aja…
Stay cool and keep calm. 😎
Ibnu Ahmad Raisuni