By Djoko Edhi Abdurrahman (Mantan Anggota Komisi Hukum DPR, Wakil Sekretaris Pemimpin Pusat Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama, PBNU, Kuasa Hukum Hatta Taliwang untuk kasus Makar).
Hendardi, Direktur Setara Insitut minta Presiden Jokowi mencopot Panglima TNI karena WWC nya dgn Rosiana Silalahi di Kompas TV: “Tak ada makar itu!”.
Mana berani? Sebab, untuk protes saja menggunakan Hendardi yang dikenal orangnya Kapolri Tito Karnavian.
Mencopot Panglima TNI setahu saya tak mudah. Hak prerogatif presiden dibatasi oleh UU TNI. Dan, jabatan Panglima TNI tidak masuk dalam UU Kementerian Negara, di mana saya anggota Pansus RUU Kementerian Negara. Masuknya jabatan Panglima TNI, Kapolri, dan Jaksa Agung sebagai setara menteri di kabinet adalah lanjutan dari UU Hankam. Jaksa Agung dengan UU No 16, Kapolri dengan UU No 2, dan Panglima TNI dengan UU No 39. Ini berbeda dengan menteri yang fit and profer testnya dilakukan oleh presiden. Sedang Jaksa Agung, Kapolri, dan jabatan Panglima TNI oleh DPR. Mau nyopot pakai apa?
Sudah terbukti tuduhan makar kepolisian adalah hoax, fakes (dusta). Yang disidang kini tinggal Jamran dan Rizal. Pasalnya diubah dari pasal makar ke pasal ujaran kebencian Pasal 28 UU ITE. Sri Bintang Pamungkas, dilepas setelah ditahan tiga bulan.
Kini ditangani ICC (International Court). Kivlan Zein, Aditya, Achmad Dhani, Ratna Sarumpaet, Rachmawati Soekarnoputri, Hatta Taliwang, sudah dilepas dan tak dilanjutkan. Berhenti kasus itu. Tinggal Khatthat yang di dalam. Makar? Firza, juga orangnya Hendardi yang kabarnya menerima dana dari Tommy Soeharto dan Aguan. Bukan kelompok aktivis. Rp 2 triliun, wow duit yang banyak. Saya juga mau, hitung-hitung 6 bulan di penjara sambil nulis buku.
Mana makar itu? Tak ada! Makar pakai mulut? Sing boten-boten wae. Di zaman Soeharto pun tak ada makar pakai mulut. Sudah benar dong pernyataan Gatot Nurmantio. Tak ada makar itu.
Mengada-ada Hendardi seolah ia bukan lawyer. Pelajari lagi deh anslag itu Bro. Agar tak bikin malu para yuniormu.
Beda jika Hendardi sedang bertindak selaku kuasa hukum. Boleh menyatakan apa saja untuk membela klien. Jargonnya membela yang bayar.
Kalau jadi pengamat, berada di wilayah publik. Tak bisa dipakai jargon membela Tito Karnavian andai pun dibayar. Mana kasus makar itu, Bro?