Oleh : Dr. KH. Musta’in Syafei, M.Ag (Pengasuh Ponpes MQ.,Tebuireng Jombang)
SARA ( Suku, Agama, Ras dan Adat). Diangkat besar-besaran sebagai isu agar umat negeri ini tidak memakainya sebagai dasar bertindak.
SARA, akhirnya bagai virus yg jahat dan Iblis yg terkutuk.
Sebagai ” dewanya” adalah demokrasi dan kebebasan.
Banyak ilmuwan Islam yg terjebak dalam paradigma ini hingga ikutan sok moderat, lalu mencibir SARA sebagai primordial, sektarian dan segala yg buruk2.
Sadarilah…!!!
bahwa dalam SARA itu termasuk agama Islam, syariah Islam, Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Itu artinya, umat Islam tidak boleh menjadikan ISLAM sebagai dasar tindakan, utamanya di bidang politik.
Mudah ditebak, promotor isu SARA itu pasti non Muslim atau Muslim yg tdk Islami.
Non Muslim pasti mengambil keuntungan besar dari isu ini, utamanya dalam pilkada.
Khusus soal AHOK, Mereka pasti habis bila rakyat DKI memilih gubernur atas dasar agama.
Untuk itu harus dicegah, dengan berkedok demokrasi, anti SARA, jangan bawa2 agama dll.
Padahal, dari gereja ke gereja, dari lembaga ke lembaga, dari bisik ke bisik mereka menyatukan suara untuk agama mereka.
Lantas merangkul Muslim yg lemah iman, yg menjadi budak kekuasaan, yg agamanya hanya dipakai di masjid dan dilepas saat berada di pentas politik.
Mana ada orang Islam rela dipimpin non Muslim ???._
Jika ada, pasti ada masalah dengan keimanannya.
Muslim memilih pemimpin Muslim adalah demokratis sekaligus agamis.
Muslim tidak memilih AHOK juga demokratis sekaligus agamis.
Tidak ada yang dinodai dalam hidup berdemokrasi.
Apa salahnya Muslim mendasari pilihannya dg agama, seiman?
Dengan mengutuk SARA, sesungguhnya mengutuk ISLAM.
Padahal Menjadikan ISLAM sebagai dasar berdemokrasi sungguh dibenarkan oleh prinsip demokrasi itu sendiri, tidak sebaliknya.
10 suara syetan berbanding 1 suara Nabi? :
Menurut demokrasi menang Syetan, tetapi menurut Tuhan menang suara Nabi.
Syetan sangat lihai.
Seseorang sejatinya sudah menjadi pengikut Syetan, tetapi masih pede sekali sebagai pengikut Tuhan dengan sekian dalil dan argumen.
Muslim beneran mesti menjadikan Islam sebagai dasar setiap tindakan : Ekonomi, budaya, pendidikan, politik dll.
Itulah yg disebut BERISLAM SECARA KAFFAH… bahkan dalam buku ISLAM FUNGSIONAL , yg ditulis oleh Dr. Eggi Sudjana . SH . M.Si . Bahwa tiap diri muslim , memiliki KAPASITAS dan OTORITAS nya sekecil apapun HARUS DIFUNGSIKAN DEMI MENJALANKAN AJARAN ISLAM . MISALKAN PEMBANTU RUMAH TANGGA , JIKA ISLAMNYA FUNGSIONAL MAKA PASTI TERJAGA BAIK HARTA BENDA MAJIKANNYA , OLEH KARENANYA APA LAGI PRESIDEN , DPR , PARA MENTERI , KAPOLRI , PANGLIMA TNI DLL YG MEMILIKI KAPASITAS DAN OTORITAS YG TINGGI MAKA JIKA ISLAMNYA FUNGSIONAL MAKA SUDAH PASTI TERWUJUDLAH KEJUJURAN , KEBENARAN DAN KEADILAN . Kini kembali ke jatidiri kita masing-masing apa dan bagaimana KAPASITAS dan OTORITAS YG KITA MILIKI kemudian berbuatlah secara ISLAM FUNGSIONAL tsb ! Kaitannya dgn Ahok , harusnya segera DITINDAK dan dihukum sesuai ketentuan UNDANG-UNDANG YG BERLAKU . Jika tidak ada tindakan dan penghukuman pada Ahok , maka para pejabat tersebut tadi telah melakukan DISFUNGSIONALISASI ISLAM alias DZALIM , maka kita Umat yang berkapasitas sebagai RAKYAT HARUS BANGKIT MELAWAN MEREKA , hal ini di jamin pasal 29 ayat 2 UUD 45, untuk menjalankan ajaran Islam , NEGARA MENJAMIN NYA . Salam Juang , Eggi Sudjana .