Jakarta: Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono meminta tim kuasa hukum Basuki `Ahok` Tjahaja Purnama memberikan salinan rekaman pembicaraan antara dirinya dengan Ketua MUI Ma`Ruf Amin. Sebagai mantan presiden, SBY merasa dilindungi hukum dan tidak boleh disadap.
“Saya mohon, transkrip rekaman yang katanya ada di pihak pak Ahok dan tim pengacaranya, saya juga bisa mendapatkan. Saya ingin mendapatkan rekaman itu, karena mereka mengakui memiliki itu,” kata SBY, Rabu 1/2/2017.
SBY menegaskan, dirinya dilindungi hukum. Dirinya tak boleh disadap tanpa alasan kuat. “Sebenarnya saya tidak yakin telepon saya disadap. Ada info, laporan ke saya, `telepon bapak dan anggota tim lain disadap`. Salah saya apa? Presiden itu mendapat pengamanan, termasuk kerahasiaannya,” ujar SBY.
SBY mengatakan, jika penyadapan bukan dilakukan tim Ahok, dirinya meminta negara mengusut penyadapnya. “Setahu saya, hanya KPK, Polri, dan BIN yang memiliki kemampuan menyadap,” ujarnya.
Menurut SBY, penyadapan harus dilakukan sesuai aturan, tidak boleh sembarangan. SBY minta semua itu diusut hingga tuntas. “Kalau yang menyadap lembaga lain tadi, hukum mesti ditegakkan” katanya.
Menurut SBY, jika penyadapan dilakukan lembaga negara, Presiden Joko Widodo harus memberikan penjelasan secara konkret. “Saya minta pak Jokowi berikan penjelasan, dari mana penyadapan itu, siapa yang menyadap, buat apa menyedap. Kita harus cari kebenaran,” kata SBY.
Menurut SBY, jika benar rekaman penyadapan itu ada, pelakunya melanggar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sesuai UU 11/2008 Pasal 31, seseorang yang tidak memiliki kewenangan `menguping` dapat dipidana penjara 10 tahun dan denda Rp800 juta. “Hukumannya berat.”